Polemik muncul terkait aturan dalam Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang memperbolehkan perguruan tinggi mengelola tambang. Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai kebijakan ini dapat mengancam esensi utama pendidikan tinggi di Indonesia.
Menurut Darmaningtyas, perguruan tinggi seharusnya berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan, bukan menjadi pengelola tambang yang cenderung berorientasi bisnis. “Aturan ini hanya akan semakin merusak martabat pendidikan tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN/PTNBH). Perguruan tinggi jadi kehilangan arah, antara mengembangkan ilmu pengetahuan atau malah fokus pada bisnis tambang,” ujarnya kepada CNN Indonesia pada Sabtu (25/1).
Dampak pada Fungsi Pendidikan
Darmaningtyas mengungkapkan kekhawatirannya bahwa tenaga pengajar di kampus akan lebih sibuk mengurus tambang dibandingkan menjalankan kewajiban akademik. Hal ini berpotensi mengganggu fungsi utama perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan.
“Kalau dosen dan pihak kampus lebih sibuk dengan tambang, bagaimana nasib mahasiswa dan proses belajar mengajar? Fungsi pendidikan akan terganggu,” kata Darmaningtyas.
Selain itu, ia menyoroti potensi hilangnya kebebasan berpendapat di kampus sebagai dampak dari keterlibatan perguruan tinggi dalam bisnis tambang. Ia khawatir kampus tak akan berani kritis terhadap pemerintah karena bergantung pada izin pengelolaan tambang.
“Jika kampus terlibat dalam kerusakan lingkungan, bagaimana mereka bisa bersuara lantang untuk kebenaran? Kebebasan akademik dan demokrasi di kampus bisa terkikis, bukan karena tekanan militer, tapi karena mereka melakukan sensor diri,” tambahnya.
Tidak Menekan Biaya Pendidikan
Salah satu alasan di balik aturan ini adalah untuk membantu perguruan tinggi mencari tambahan pemasukan guna menunjang aktivitas mereka. Namun, Darmaningtyas membantah argumen tersebut. Menurutnya, pendidikan tinggi seharusnya menjadi tanggung jawab negara, bukan dialihkan kepada bisnis tambang.
“Ini adalah bentuk kejahatan negara terhadap pendidikan tinggi. Ketika negara tidak mau lagi membiayai pendidikan, beban tersebut dialihkan ke pihak kampus dengan melibatkan mereka dalam bisnis tambang,” tegasnya.
Tanggapan DPR
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya menyatakan bahwa aturan ini dimaksudkan untuk membantu perguruan tinggi memperoleh sumber pendanaan tambahan. “Semangatnya adalah memberikan alternatif pendanaan bagi universitas,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/1).
Namun, aturan ini tetap menuai kontroversi karena dianggap bertentangan dengan prinsip dasar perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Dengan isu ini, banyak pihak mempertanyakan sejauh mana pemerintah dan legislatif mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut terhadap pendidikan di Indonesia. Apakah benar tambahan pendanaan sebanding dengan risiko yang ditimbulkan terhadap muruah pendidikan tinggi?