Sebuah kebun binatang di China sedang menjadi sorotan setelah menjual urine harimau siberia dengan klaim bisa mengobati berbagai kondisi medis, termasuk rematik. Taman Margasatwa Yaan Bifengxia yang terletak di Provinsi Sichuan, China, kini tengah menghadapi kontroversi terkait praktik tersebut, yang dianggap tidak hanya meragukan secara ilmiah tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang etika pengelolaan satwa liar.
Menurut laporan dari South China Morning Post yang dikutip pada Kamis (30/1/2025), pihak pengelola kebun binatang tersebut memasarkan urine harimau siberia sebagai alternatif pengobatan untuk beberapa kondisi seperti rheumatoid arthritis, keseleo, dan nyeri otot. Setiap botol berisi sekitar 250 gram urine tersebut dijual seharga USD 7 (sekitar Rp 112.000).
Selain menawarkan manfaat kesehatan, kebun binatang ini merekomendasikan untuk mencampurkan urine harimau dengan anggur putih dan mengoleskannya pada area tubuh yang terasa nyeri menggunakan irisan jahe. Mereka juga memberikan opsi untuk meminum urine tersebut dengan catatan berhenti mengonsumsi jika ada reaksi alergi yang muncul.
Namun, klaim ini langsung memicu kecemasan di kalangan masyarakat dan ahli medis, karena belum ada bukti ilmiah yang mendukung efektivitas urine harimau dalam pengobatan penyakit. Masyarakat mempertanyakan tidak hanya keabsahan klaim tersebut, tetapi juga potensi dampaknya terhadap kesehatan konsumen.
Kontroversi ini semakin memanas karena menyangkut pengelolaan satwa liar di kebun binatang. Penggunaan urine harimau sebagai produk komersial menimbulkan pertanyaan tentang kesejahteraan satwa, mengingat harimau adalah spesies yang dilindungi dan berada di ambang kepunahan. Selain itu, kebun binatang sering kali dijadikan objek wisata kelas dunia di China, yang diharapkan dapat menjadi model pariwisata beradab.
Kebun binatang Yaan Bifengxia kini menghadapi tekanan publik untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai praktek ini dan untuk mempertimbangkan kembali etika pengelolaan sumber daya satwa liar mereka. Bagaimana pendapat Anda mengenai kontroversi ini? Apakah Anda merasa ini merupakan langkah yang sah atau justru merugikan kesejahteraan hewan?