Pada tanggal 21 Februari 2025, Night Safari Singapore kehilangan salah satu penghuni ikoniknya, Mandisa, singa putih Afrika yang telah menjadi bagian penting dari kebun binatang tersebut sejak Mei 2014. Mandisa, yang sudah berusia 15 tahun, harus menjalani takdir yang sangat berat akibat penyakit yang tak dapat disembuhkan. Setelah melalui berbagai pemeriksaan medis, tim dokter di Mandai Wildlife Group menyimpulkan bahwa Mandisa mengidap tumor ganas yang telah menyebar ke banyak organ tubuhnya, memaksanya untuk menjalani prosedur eutanasia demi menghindari penderitaan lebih lanjut.
Mandisa, yang dalam bahasa Xhosa—bahasa suku di Afrika Selatan—memiliki arti ‘manis’ dan ‘menyenangkan’, selalu menjadi daya tarik utama di Night Safari. Keindahannya dan karakter yang lembut membuatnya sangat disukai oleh banyak pengunjung. Namun, perjalanan hidupnya mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan kesehatan sejak awal Februari 2025. Dokter hewan, Guillaume Douay, mengonfirmasi bahwa Mandisa telah kehilangan berat badan dan massa otot, serta menunjukkan penurunan nafsu makan yang signifikan. “Sejak dua tahun terakhir, Mandisa telah diawasi dengan ketat oleh tim perawatan kami karena usianya yang semakin tua,” kata Douay.
Penyakit yang diderita Mandisa semakin jelas setelah pemeriksaan lebih lanjut menemukan benjolan di perutnya dan penumpukan cairan yang kemudian dipastikan sebagai darah akibat tumor. Meski telah mendapat perhatian medis terbaik, tim dokter akhirnya menyimpulkan bahwa keadaan Mandisa sudah terlalu parah untuk diselamatkan.
Singa putih Afrika seperti Mandisa, dengan harapan hidup sekitar 16 tahun, merupakan salah satu spesies yang sangat rentan terhadap masalah kesehatan seiring bertambahnya usia. Di bawah perawatan intensif dan rutin dari Mandai Wildlife Group, Mandisa mendapatkan diet khusus serta pemeriksaan dokter hewan berkala. Namun, kanker yang menggerogoti tubuhnya tidak dapat dihentikan.
Mandisa meninggalkan pasangannya, Sipho, singa jantan berusia 16 tahun yang dikenal dengan nama yang berarti ‘hadiah’. Kehilangan ini tentu membawa kesedihan mendalam bagi tim perawatan dan pengunjung yang telah mengenal keduanya. Meskipun begitu, kepergian Mandisa menjadi pengingat akan pentingnya keputusan penuh kasih yang harus diambil ketika kesejahteraan hewan menjadi prioritas.
“Ketika kondisi yang berhubungan dengan usia terlalu parah untuk diobati, euthanasia adalah pilihan yang paling penuh belas kasihan untuk meringankan penderitaan mereka,” tambah Douay.
Sebagai penutup, Mandisa telah meninggalkan warisan yang indah di hati semua yang mengenalnya. Meski kepergiannya meninggalkan duka, kenangan manis tentangnya akan terus hidup, menginspirasi para pengunjung untuk lebih peduli dan menghargai kehidupan satwa liar yang luar biasa ini.